Translate

Sabtu, 02 November 2013

Pablo Kucing Beradab



Ya, Pablo, begitu kami memanggilnya.
Pablo adalah kucing pertama dan satu-satunya yang sok-sokan kami klaim sebagai kucing kami (aku dan adik-adikku) padahal sama sekali nggak ada wacana atau hitam di atas putih yang menyebutkan kalau kami resmi memelihara kucing berbulu abu-abu kecoklatan tersebut.
Kami juga nggak pernah merasa bahwa kami senang dan nyaman dengan kehadiran hewan-hewan berbulu di sekitar kami. Atau bisa dibilang aku dan keluargaku sebenarnya lumayan anti sama ide tentang "ngeramut/ melihara hewan".

Tapi nggak tahu kenapa kehadiran kucing ini justru menimbulkan kesan berbeda di mata kami. Pablo nggak seperti kucing alay lain yang hobinya ngeang-ngeong sok merdu pas ngendus bebauan rada amis dikit. Yang suka lancang masuk ke rumah orang tanpa assalamu'alaikum atau cuci kaki.
Bayangin deh... empat kaki habis dari luar tanpa sandal, tanpa sepatu, keliaran ke mana juga cuma dia dan Tuhan yang tahu.
Siapa tahu di jalan dia nggak sengaja nginjek permen karet segar berlendir ketumpuk ludah beberapa layer? Siapa yang tahu kalau permen karet itu nempel di kakinya sementara dia jalan lagi dan nginjek tai? Siapa yang tahu kalau begitu nyampe rumah, dengan innocentnya dia naik-naik ke tempat tidur... KESET-KESET unyu di bantal sambil pura-pura ngasah kuku. SIAPA YANG TAHU?




#salah


Nggak heran kalau bangun tidur sang majikan ngerasa kesuciannya telah ternodai oleh kekhilafan kucing tersebut, kan? Kesucian tempat tidur maksudnya. Ya, nggak heran.
Dan jujur, itu hal yang paling aku benci dari hewan peliharaan yang biasa dibiarin keliaran di luar rumah. Andai mereka nggak anti air... tiap mau masuk rumah pasti bakal kusuruh buat cuci muka, cuci tangan, cuci kaki, kumur-kumur dulu. Pasti.
Ditambah lagi adik-adik cowokku emang semuanya punya asma, jelas sudah kami nggak berjodoh sama hewan berbulu apapun termasuk kucing.

Bahkan hewan terkece yang pernah kami pelihara bisa dihitung pakai jari, contohnya Philip dan kawan-kawan keongnya... yang entah ada berapa banyak. Dari semua keong yang kami punya, Philip-ku lah yang paling setia, patuh sama majikan, rajin ke pasar, jago masak, bahkan bercita-cita menjadi TKI. Gimana aku nggak bangga? Kurang hebat apa dia? Ha?
Sayang Philip mati sebelum sempat mewujudkan cita-cita mulianya. Tubuh ringkih Philip cedera sehabis dimandikan air mendidih oleh kakakku yang waktu itu masih super polos. Firasatku dia mau bikin semacam kolam pemandian air panas a la anime-anime gitu. #JongkokDepresi

Well, balik lagi deh ke Pablo. Pablo, dia bukan kucing jenis Angora, Persia, Pitbull, Puddle, Puddle Pop, Conello, Walls, dan lain sebagainya. Dia cuma peranakan kucing kampung yang dari kecil udah ditelantarkan sama orang tuanya. Tapi meski berasal dari kampung, Pablo sama sekali nggak kampungan. Dia kucing paling beradab dan tahu sopan-santun sepanjang pengetahuanku di bidang perkucingan, yang aku sendiri pun nggak gitu tahu.

Awal pertemuanku sama Pablo ini lumayan misterius... suatu malam kakak laki-lakiku maksa aku buat bangun, sebut saja Opik.
Sekadar FYI, dalam keluargaku, kami nggak mengenal sebutan Mas Mbak Kak, kami emang terbiasa manggil setiap orang pakai nama masing-masing.
Kayak di film-film barat tuh, bahkan anak bungsu pun manggil kakak paling tuanya cuma pakai nama tanpa embel-embel apapun. Aneh ya? Ah enggak biasa aja.
Lanjut ke cerita,
tengah malam Opik ngebangunin aku, dan tiba-tiba nyuruh meriksa bentar ke kamar mandi, "Ada makhluk aneh..." Katanya.
Begitu nyampe depan kamar mandi, emang benar ada makhluk kecil warna abu-abu kecoklatan mencungul dari sela-sela pintu kamar mandi. Aku yang waktu itu masih setengah ngantuk komentar, "Oh kodok."
"Ngawur, kodok nggak mungkin segede itu."
"Ya kodok dewasa lah."
"Lihat lagiii... masa kodok berbulu?"
Aku maju dikit, rada was-was. Benar. Ternyata emang berbulu. "Tikus, Pik."
"Tapi dari tadi pintunya kusenggol-senggol, dia tetep nggak mau minggir, nggak bersuara juga."
"Mati mungkin."
"Enggak, orang badannya masih gerak-gerak bernafas kok."
"Oh kejepit."
"Kalau kejepit pasti udah bersuara lah, masa ya diem aja?" Opik bingung. Aku apalagi.

Akhirnya dengan keberanian yang sok diada-adakan, aku maju lebih dekat ke pintu, pintu dibuka-tutup lagi. Saking kecilnya, itu makhluk masih tetep nyantol di sela-sela pintu. Tapi jelas banget dia emang kejepit. Dan makin diperhatikan makin kelihatan lah ternyata itu anak kucing.
"Pik anak kucing, Pik. Kejepit!" aku rada histeris plus iba ngelihatnya. Histeris sambil mikir darimana pula anak kucing ini datang? Dan kenapa bisa langsung masuk kamar mandi? Padahal jarak kamar mandi ke pintu luar kayak dari pucuk ke pucuk. Udah gitu atap kamar mandi juga nggak ada yang bolong.
Terus dari mana dia? Dari mana?? Kalau udah tahu kejepit kenapa nggak ngeong-ngeong minta tolong? WHYYY?
Singkat cerita, begitu kami tahu itu cuma kucing, Opik ngeluarin dia dari rumah, dan finally aku ngelanjutin kegiatan tidurku yang sempat diskip. *yaelah

Habis kejadian di atas, kami sama sekali nggak mikirin atau bahkan ingat lagi sama kucing itu.
Tapi suatu hari pas lagi nyuci piring di kran teras gara-gara air dapur mati... kucing-kucing kampung liar pada ngumpul. Mereka ngeang-ngeong sok preman sambil rebutan sisa makanan yang emang udah aku sisihkan dari piring. Tapi ada satu kucing yang menarik perhatian. Dia cuma diam sambil ngelihatin yang lain sibuk berantem. Dia bahkan nggak berusaha PDKT ke aku, hal yang lumrah dilakukan kucing awam buat minta makanan. Kucing itu masih kecil dan sekujur tubuhnya kelihatan gemetar. Entah dia kelaparan, kedinginan, atau mungkin ketakutan ngelihat tingkah kucing senior yang cakar-cakaran nggak tahu malu.
Berhubung aku nggak tega lihatnya, aku nyari-nyari ikan di dapur dan ngasihin ikan itu khusus buat dia. Waktu aku deketin buat ngasih pun dia malah lari tunggang-langgang ke pojokan dengan badan gemetar.
Hmmm kucing ini kayaknya emang belum pernah menjalin hubungan sama manusia lain, atau dia belum pernah ngelihat manusia secantik aku. Pasti dia nervous.
Aku pus-pusin dia nggak nyahut. Akhirnya aku nyerah dan naruh ikan itu satu meter di depan dia, sekalian mastiin makanannya nggak bakal direbut sama kucing lain.



Sejak kejadian itu, aku jadi lebih sering ngasih makan ke kucing kecil pendiam itu pas dia kebetulan lewat atau nongkrong bentar di teras rumahku. Meski masih sering gemeteran waktu dideketin, nggak pernah nyahut pas dipanggil, tapi dia udah nggak lari nervous terpesona lagi ngelihat aku. Sial!
Postur tubuhnya yang masih kecil banget ditambah sering gemetar bikin siapapun yang lihat makin iba, dan makin kelihatan kalau dia pasti belum bisa jaga diri atau cari makan sendiri di luar sana. Adik-adik dan orang tuaku pun akhirnya sering ikut ngasih dia makan.

Setelah beberapa minggu berlalu entah kenapa aku baru sadar kalau kucing itu emang bisu, tiap ku pus-pusin dia udah mau jawab tapi yang keluar cuma desahan nafas nggak jelas, dan kalau kuperhatiin bulu kucing itu warnanya abu-abu kecoklatan... #JrengJreng aku sadar itu kucing yang sama sama kucing tengah malam dulu.
Ah! Benar, jelas sudah semuanya. Kenapa kucing ini sering gemetaran dan penakut? mungkin dia menyimpan semacam dendam Nyi Pelet trauma batin gara-gara pas lahir secara ajaib kejepit di pintu kamar mandi.
Dan kenapa kucing ini pas kejepit dulu nggak bisa ngeong-ngeong atau teriak kesakitan? itu karena dia bisu.
Nggak tahu kenapa aku jadi makin merasa bersalah sama kucing satu ini, dan makin sering merhatiin dia termasuk tindakan over protective menempeleng kucing lain yang berani bikin ulah sama si doi.
Ya, waktu itu aku emang nggak kepikiran buat menyematkan nama sama sekali, karena faktanya kucing itu bukan peliharaan... aku cuma numpang merhatiin dia aja. Tapi beberapa bulan kemudian adikku mulai nyebut-nyebut dia pakai nama Pablo, jadilah kami serumah ikutan manggil Pablo. #KorbanTelenovela

Pablo bukan kucing sembarangan, meski dia penakut, bisu, kucing kampung, yatim piatu, tapi kelakuannya patut dijadikan suri teladan yang baik buat umat kucing yang lain. Itu sebabnya aku selalu berdoa biar kelak dia bisa jadi dosen.
Pablo nggak cerewet, nggak suka lancang masuk rumah orang kayak kucing pada umumnya yang kalau udah ngerasa diperhatiin pasti malah menjadi-jadi, atau bahasa jowonya "Ngelunjak. Ngelamak."
Dia adalah tipe kucing mandiri, tahu diri, dan lebih milih mengembara di luar, daripada menetap di dalam rumah manusia. Mungkin kalau ada rezeki dia malah mau nyicil rumah sendiri.

Pablo cuma datang main ke rumah kami sesekali dan itupun cuma di teras. Dia juga nggak over acting kalau nyium bau ikan/ amis lainnya, itu yang justru bikin kami pengin ngasih lebih banyak dan lebih banyak lagi makanan ke dia.
Memang benar pepatah yang mengatakan: Hewan sabar disayang Tuhan. Buktinya meski dia nggak hobi berebutan kayak kawan-kawannya yang lain, dia tetap kebagian makan juga. Malah lebih banyak.
Selain itu Pablo juga bukan wanita kucing murahan. Jangan kaget, Pablo itu cewek. Iya cewek. Tapi nggak kaget juga sih kalau kamu kaget, soalnya yang ngasih nama itu emang adikku yang kayaknya belum bisa bedain mana kucing cewek, dan mana kucing cowok -_____-

Pablo diumurnya yang udah lumayan gede sekarang, nggak tahu berapa, dia sama sekali belum ketahuan melakukan adegan dewasa di muka umum. Tahu sendiri kan kucing kalau udah gede kayak apa? Kejar-kejaran a la drama India di jalan dan di genteng pun mereka lakoni tanpa peduli disitu banyak anak kecil yang menyaksikan. Biadab memang.
Tapi beda sama Pablo, sampai sekarang dia masih belum tergoda sama kucing tampan manapun. Yah aku nggak tahu dia ini jomblo, atau emang nggak laku... tapi percaya Blo, jodoh Pablo di tangan Tuhan!
Berdoa aja minta supaya Pablo dapat kucing mapan, tampan, nan elegan. Oke, Blo?
Yang penting semoga Pablo nggak patah arah. Hidup Jombloooo! eh Pablooooh! Yipyip. ( 'o')9


Sorry, artikel nggak jelas Tribute To Pablo. Thanks yang udah baca! hidup dan waktumu terbuang sia-sia! :D
Ngomong-ngomong buat kamu yang punya kucing pria memenuhi kriteria: Mapan, Tampan nan Elegan. Boleh loh dijodohin sama Pablo~
What?
Kucingmu udah nggak jomblo? Tenang, Pablo siap dipoligami.

Tidak ada komentar: