Translate

Jumat, 19 April 2013

Din & Time Machine

Kalian pernah nggak ngelihat gerimis?
Oke maaf, pertanyaan bodoh.
Kalian pernah nggak kejebak hujan terus ngalamin suatu moment yang sampai sekarang membekas di hati dan susah buat dilupain?
Kebanyakan pasti pernah dong, yaaa. Dan memang bener, hujan itu menurutku ajaib banget. Suasananya ituloh... bikin manusia yang pernah muda jadi rawan terjangkit penyakit kangen, inget masa lalu, dan perasaan pengin balik ke moment-moment tertentu. Kalau udah gini pengin deh rasanya punya mesin waktu biar bisa ngerasain atau ngulang kejadian-kejadian itu sekali lagi. Tapi ya kita semua paham lah, ya. Dunia belum secanggih itu. Jadi apa yang bisa kita lakukan pas kejebak dalam situasi macam ini?
NULIS!! yeaaaah~

Gerimis-gerimis gini mendadak jadi kangen kebangetan parah sama manusia yang satu itu. Padahal niatnya udah nggak komunikasi biar cepet ngelupain doi, tapi nggak tau kenapa makin hubungan kami jauh kangennya malah makin kurang ajar. Hoh.
kepikiran lagi sama orang-orang yang dulu sempat berseliweran di hidupku. Ya mulai dari zaman SD-SMP-SMK, pokoknya mereka yang menurutku lumayan membekaslah, meski sekarang juga udah biasa aja sih. Time erases almost everything.
Jadi demi mengenang jasa para pahlawan yang sempat bermarkas di hati ini #tsah aku mau bikin beberapa tulisan buat mereka :3
Itung-itung sebagai tanda terima kasih karena udah mau repot-repot mampir di hidupku, sekaligus nostalgia buat ngatasi kangen yang rupanya baru mulai kerasa pas ngetik ini post.
Satu orang kutulis dalam beberapa point, point-point pentingnya doang sih. Pokoknya yang aku masih inget banget momentnya.

Dimulai dari awal gimana aku kenal perasaan ganjil itu....

P.S. Bahasanya rada didramatisir dikit ya, biar kerasa. Iya, kerasakkk.

***

Candu

Entah sejak kapan aku mulai benar-benar melakoni rutinitas ini. Entah sejak kapan aku mulai ketagihan memperhatikannya dari pinggir lapangan. Tau-tau perasaan aneh sudah bersarang saja di hatiku tiap aku melihatnya.

Ia memegang bola berlari ke sana kemari dengan mulut penuh senyum.Teman-temannya pun terus berusaha merebut bola dari bocah berambut sedikit gondrong itu. Meski agak gondrong, tak seperti anak lelaki lain, rambutnya tampak halus dan menyenangkan untuk dielus(?)
Ya, mungkin karena masih SD, rambutnya terlihat masih sehat dan belum terkontaminasi zat-zat aneh seperti pewarna rambut, minyak rambut, minyak nyong-nyong, dan lain sebagainya. Yang mungkin saja akan sering ia jumpai kala menginjak usia remaja.

Sebut saja namanya Emas. Emas dalam bahasa Jawa berarti Kakak dengan embel-embel E di depannya agar terlihat lebih keren. Kuharap.
Di sini aku menyebutnya Emas karena ia memang beberapa tahun lebih tua dariku. Bukan berarti aku tak tahu nama aslinya. Aku tahu tapi malas memberitahu. Dan bukan berarti di dunia nyata aku juga memanggilnya dengan nama itu. Bahkan bisa dibilang aku belum pernah memanggilnya sama sekali.

Emas jago bermain basket..., ah tidak. Sebenarnya ia sering dan tampaknya sangat suka bermain basket. Tak tahu ia jago atau tidak, karena selama permainan aku hanya memperhatikan dia. Bukan bolanya. Bukan juga gerak-geriknya melawan para pemain lawan.
Namun seingatku ia berperawakan setinggi tiang, jadi sudah tentu ia mampu memasukkan bola-bola langsung ke arah ring dengan mudahnya. Atau mungkin juga aku yang ketika itu masih terbilang pendek sehingga mengira ia tinggi. Errr sudahlah.

Sepanjang jam istirahat, pulang sekolah, jam olahraga yang kadang berbarengan, terutama ketika ia bermain basket, mataku tak pernah luput darinya. Mungkin senyumnyalah yang mengeluarkan semacam aura magnetik sehingga membuat orang lain fanatik(?), bisa juga postur tubuhnya yang menjulang, atau bahkan rambut a la iklan shampo Li*fe Buo*y-nya. Segala sesuatu yang ada padanya saat itu begitu menawan dalam benak anak SD-ku.
Jangan kaget, anak SD juga sudah mulai bisa merasakan hal-hal ganjil di hatinya. Tapi memang benar, yang kurasakan saat itu bukanlah perasaan cinta, cinta mendalam, cinta mati, cinta selamanya atau cinta-cintaan lain yang biasa terjadi di kalangan ABG. Mengingat aku memang masih SD, bisa kubilang ini hanya semacam perasaan kagum. Kagum yang membuat candu.

Tak ingat pasti kelas berapa aku kala itu. Yang kutahu dia sudah duduk di kelas enam, dan akan resmi menghilang tepat ketika aku naik kelas. Padahal kuharap ada sedikit perpanjangan waktu bagiku menikmati rutinitas yang pantas difavoritkan ini: Mencurahkan segenap perasaan canduku yang pertama padanya.

***

Pretty Boy

Sudahkah aku mengatakan padamu bahwa ia cantik?
Ya. Emas memang lelaki, tapi kalau boleh jujur ia terbilang lumayan cantik untuk ukuran seorang lelaki. Tidak, bukan berarti ia lemah gemulai, gemar memakai pita, atau diragukan kejantanannya, namun wajahnya itu hanya sangat... sulit untuk dijelaskan.

Pernahkah kau melihat aktor-aktor dalam drama Korea? Sifat dan perilaku mereka bak lelaki tulen, namun wajah mereka cantik.
Seperti itulah Emas-ku, meski wajahnya sama sekali bukan Korea, tidak sipit atau semacamnya, ia tipe lelaki Indonesia yang cantik ketika tersenyum sekaligus keren ketika bertemu bola basket.
Tanpa disangka, salah seorang temanku turut jatuh kagum pada lelaki cantik nan keren ini.

Sekali waktu, ketika jam istirahat, aku berdiri mematung menatap lapangan tempat ia biasa bermain basket. Tiba-tiba saja temanku berdiri di sampingku sembari berbisik a la anak SD, "Mas itu loh ganteng ya! hihi." Ujarnya seingatku, di samping ingatanku yang juga mulai agak kabur tentang adegan kecil ini.
"Loh? Iya, aku suka sama Mas itu. Kamu juga?" sahutku kurang-lebih dengan polos dan ceplas-ceplosnya. Selanjutnya kami hanya bertukar senyum kemudian bersama-sama memandanginya dari jauh. Aku tak tahu apa yang ada dalam benakku detik itu. Perasaan senang mungkin?
Ya, anak SD memang sama sekali berbeda dengan remaja. Dalam dunia per-ABG-an a la sinetron atau FTV di televisi, bila salah satu temanmu juga menyukai orang yang kau suka, option termainstream yang kau punya adalah:

• Menentukan mana yang kau pilih antara teman atau lelaki tersebut.
• Berusaha menyaingi temanmu bila pada akhirnya kau memilih lelaki itu.
• Bila kau memilih teman, kau harus rela melupakan si lelaki sembari menangis sesenggukan dan menyanyikan lagu-lagu mellow mengiris hati tiap malam minggu kliwon.
• Backstreet.
• LABRAK. Eww.

Namun tidak. Ketika ada orang yang merasakan hal yang kurasakan, dalam hal ini 'sama-sama mengaguminya' entah mengapa anak SD sepertiku justru merasa senang. Bila kau remaja, rasanya nyaris sama seperti ketika kau adalah fans berat dari suatu band keren namun band itu memiliki jumlah fans teramat sedikit, dan tiba-tiba saja secara tak sengaja atau tak diharapkan kau bertemu dengan salah satu fans lain. Tentu saja itu merupakan hal yang menarik, dan kadang terlintas dalam benakmu, "Sudah kuduga band ini memang bagus, tidak mungkin hanya aku seorang yang menyukai musik-musik mereka."
Lagipula bertukar pikiran dengan sesama fans merupakan hal yang menyenangkan, bukan?
Alhasil kami dua bocah SD ini mulai sering diam-diam memperhatikan Emas, dan mungkin mulai mengerti apa itu perasaan kagum yang kemudian biasa disebut 'suka' ketika rasa kagum tersebut terlanjur meluber ke mana-mana.

***

Emas

Dia telah lulus. Tak ada lagi tontonan menarik yang dapat kutunggu di lapangan sekolah. Tak ada lagi senyum menawan yang mendominasi wajahnya ketika ia asyik bermain basket.
Aku rindu. Ya, aku rindu melihat rambut halus kemilaunya melambai-lambai tersapu angin ketika ia melompat dan berlarian bersama kawan-kawannya bak iklan shampo di televisi. Sosok itu menghilang begitu saja. Tahun demi tahun berlalu dengan rangkaian rutinitas lain dan ketika tersadar aku sudah duduk di kelas lima. Tanpa kuduga pula, aku sudah memiliki orang mengagumkan lain yang mengambil alih perhatianku.

Hari-hariku berlangsung biasa saja, ketika tiba-tiba di suatu siang yang panas, tampak gerombolan orang asing menyerbu masuk ke dalam kelas.
Guru yang saat itu mengajar pun seketika terkejut dengan kehadiran sosok-sosok misterius ini. Namun akhirnya dengan sopan mereka menegur sang guru sambil bersalaman. Guruku tersenyum. Senyuman rindu, "Kalian di mana sekarang?" Tanya beliau.
Satu-persatu menjawab dengan riang, menyebutkan nama-nama sekolah. Kebetulan tempat dudukku terletak tak jauh dari meja guru. Meski tak jelas apa yang sedang mereka obrolkan, dari tempatku aku dapat mengamati mereka satu demi satu. Mereka semua tampak asing. Namun sekelebat aku seperti mengenal salah seorang diantaranya. Postur tubuhnya, rambutnya, senyumnya, dia...
Aku terkejut mendapati dirinya terselip disela-sela memori otakku, lelaki cantik nan keren yang nyaris kulupakan sama sekali. Bulu kudukku meremang ketika tiba-tiba saja dua orang temanku yang sepertinya pernah kuceritakan tentang sosok itu memekik girang sambil terkikik dari bangku belakang, "Din, Din, ada Emas, Din!"

***

Duh sorry, segitu aja. Kurang greget ya? Yaiyalah, ini kisah nyata. Kalau ngarang sendiri sih udah kubuat kedua tokoh utama saling bercipika-cipika dan bercubit gemes di akhir cerita. Tapi ya kadang kenyataan emang nggak seindah harapan kita... sedih.
Udahlah, selanjutnya mau ngepost kisah kedua, masih tentang kakak kelas juga. Tapi bukan si Emas :3

Mingtian Jian~

Tidak ada komentar: